Abstract |
: |
Tuberkulosis (TB) adalah permasalahan global. Indonesia dengan jumlah populasi 271
juta, menjadi negara dengan beban TB terbesar kedua, dan negara ketiga di dunia dengan
kesenjangan tinggi antara jumlah kasus sebenarnya dengan kasus yang terdeteksi. Skrining TB
di Indonesia biasanya dilakukan dengan pemeriksaan gejala, namun pemeriksaan gejala hanya
mempunyai sensitivitas sebesar 70%. Foto thorax dianjurkan sebagai alat skrining dengan
sensitivitas 87%, namun foto thorax tidak praktis dibawa untuk penemuan kasus TB aktif dan
memaparkan pasien pada radiasi.
Tes nafas dengan electronic nose berpotensi menjasi alat diagnosis. Tes nafas tidak
invasif, dan sesuai digunakan untuk pasien yang kesulitan mengeluarkan dahak. Electronicnoses telah digunakan untuk diagnosis penyakit paru seperti asma, penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), dan kanker. Universitas Gadjah Mada telah mengembangkan alat electronic
nose untuk mendiagnosis tuberkulosis. Alat tersebut mudah digunakan, portabel, hanya
memerlukan listrik kecil untuk mengisi ulang daya, dan dapat diproduksi dengan harga murah.
Dengan bentuknya yang portabel, electronic nose dapat dipakai untuk skrining TB. Pasien yang
didiagnosis positif dengan electronic nose kemudian dapat dirujuk untuk tes lanjutan yang
lebih spesifik untuk konfirmasi diagnosis.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi potensi e-nose sebagai alat skrining TB
dibandingkan dengan pelacakan gejala dan radiologis dada yang saat ini masih dipakai sebagai
standar skrining TB di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis
waktu dan biaya dari algoritme skrining dengan e-nose untuk mendapatkan tambahan deteksi
kasus di Indonesia. Bersamaan dengan diluncurkannya penemuan kasus TB aktif dengan Xray (rontgen dada) portabel di populasi berisiko tinggi di Yogyakarta (program Zero TB city),
electronic nose akan diujikan dan dibandingkan dengan X-ray dan skrining gejala dalam
penemuan kasus TB. Partisipan yang positif dengan electronic nose atau X-ray, dan atau
mempunyai gejala TB, akan dirujuk untuk tes cepat molekuler (Xpert MTB/Rif) yang
direkomendasikan oleh WHO, yang mempunyai spesifisitas diagnosis lebih tinggi. Performa
tes nafas sebagai skrining TB akan dibandingkan dengan performa gejala dan pemerikasaan Xray dada. Analisis waktu dan biaya tes nafas sebagai skrining TB juga dilakukan. Data
karakteristik partisipan akan dikumpulkan, seperti usia, berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, kebiasaan merokok, komorbiditas, komedikasi, makanan dan minuman yang
dikonsumsi sebelum tes nafas.
Dengan dukungan dari fakultas, departemen, institusi mitra (Fakultas MIPA UGM),
dan laboratorium TB di FKKMK UGM, penelitian untuk menginvestigasi potensi e-nose
sebagai skrining TB akan dilakukan. Hasil dari penelitian ini adalah publikasi dan
pengembangan teknologi skrining TB. Dengan penelitian ini, skrining TB yang lebih efektif,
mudah, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dapat dilakukan, dan pada akhirnya
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Penelitian ini sejalan dengan peta
jalan dan renstra penelitian FKKMK UGM, yaitu pencegahan, diagnostik, intervensi medis dan
kesehatan masyarakat untuk peningkatan kualitas pelayanan dengan pemanfaatan teknologi
untuk kedokteran dan pelayanan dalam bidang penyakit menular, dan berorientasi pada paten
dan hilirisasi produk.
Kata kunci: tuberculosis, active case finding, skrining, electronic nose |