Abstract |
: |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kajian
Posisi Indonesia dalam hal kemudahan dalam menyelenggarakan bisnis mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan dengan posisi Indonesia yang berada pada ranking 72 dari 190 negara berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Dunia. Posisi Indonesia ini meningkat pesat dari posisi tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2017 Indonesia berada pada ranking 91 dan tahun 2016 berada pada ranking 106.
Salah satu sarana yang dijadikan tolok ukur penyelenggaraan bisnis di Indonesia adalah melalui pembentukan badan usaha sebagai langkah awal untuk memulai bisnis di Indonesia. Secara umum, baik tidaknya pengaturan badan usaha di suatu negara berpengaruh pada ease of doing business (EODB) negara tersebut. Hal ini mengingat pada kriteria-kriteria yang dijadikan tolok ukur penilaian dalam menentukan ranking EODB yang meliputi berbagai aspek penting mengenai iklim pengaturan badan usaha di suatu negara. Sebagai contoh, pengaturan badan usaha tersebut meliputi pengaturan tentang prosedur pendirian badan usaha, pengaturan tentang perizinan badan usaha, pengaturan tentang perlindungan pemegang saham minoritas, pengaturan tentang perdagangan internasional, maupun pengaturan tentang kepailitan.
Walaupun Indonesia sudah menunjukkan kemajuan besar dengan peningkatan ranking EoDB tersebut, masih banyak persoalan terkait pengaturan tentang badan usaha maupun investasi yang perlu dibenahi. Pengaturan badan usaha di Indonesia belum cukup mendukung EODB. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa realita berikut ini, bahwa:
a. Beberapa Pengaturan Badan Usaha di Indonesia Terfragmentasi
Pengaturan badan usaha di Indonesia tidak hanya dimuat dalam satu jenis peraturan perundang-undangan saja, tetapi tersebar secara sporadis pada berbagai bentuk peraturan hukum, baik itu peraturan pada level undang-undang maupun level di bawah undang-undang. Sebagai contoh, badan usaha Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, koperasi diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Badan Usaha Milik Negara, dan sebagainya. Badan usaha yang berbentuk perserikatan/persekutuan masih diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Kitab undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sementara itu, perusahaan perorangan masih diatur dalam Staatsblad 1938 No. 276 dan KUHD.
b. Beberapa Pengaturan Badan Usaha di Indonesia Sudah Berusia Ratusan Tahun dan Tidak Dapat Mengikuti Perkembangan Zaman
Beberapa pengaturan badan usaha di Indonesia, terutama yang berbentuk badan usaha perorangan, seperti Usaha Dagang (UD), dan badan usaha perserikatan/persekutuan, seperti Perserikatan/Persekutuan Perdata, Firma dan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap/CV) masih diatur dalam KUHD dan KUH Perdata yang notabene merupakan peraturan yang efektif diberlakukan di Indonesia sejak masa penjajahan Belanda. KUHD merupakan peraturan yang mengadopsi Wetboek van Koophandel (WvK) Belanda yang diberlakukan di Indonesia (pada masa itu dinamakan Hindia Belanda) sejak 1 Mei 1848. Sementara itu, KUH Perdata juga merupakan turunan dari peraturan Belanda, Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) yang diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda) pada 1 Mei 1848. Dengan demikian, KUHD dan KUH Perdata sudah berumur lebih dari dua ratus tahun namun masih tetap diberlakukan di Indonesia sampai masa sekarang dipandang sudah tidak dapat mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam praktik bisnis.
c. Pengaturan Badan Usaha di Tingkat Pusat dan Daerah yang Sering-kali Tumpang Tindih
Terjadinya tumpang tindih pengaturan ini terutama terkait pengaturan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada level pusat dan daerah. BUMD pada awalnya diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah juga mencakup materi pengaturan mengenai BUMD, yang mana dikenal ada dua jenis BUMD, yaitu Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Oleh karena itu, ada semacam tumpang tindih atau overlapping pengaturan terkait BUMD tersebut.
Mencermati kondisi pengaturan badan usaha di Indonesia yang masih terdapat beberapa kelemahan tersebut, maka dalam rangka meningkatkan EODB di Indonesia diperlukan pembaharuan pengaturan badan usaha. Pembaharuan ini tentu tidak hanya dalam rangka meningkatkan ranking EODB Indonesia, tetapi juga diharapkan dengan pencapaian EODB yang lebih baik akan berdampak pada semakin banyaknya investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Secara umum diakui, bahwa pencapaian EODB yang lebih tinggi berkorelasi positif dengan masuknya investasi ke negara tersebut, karena aspek pengaturan terkait badan usaha dan investasi dipandang semakin kondusif bagi investasi.[8] Bila investasi ke Indonesia semakin meningkat, maka dampak lebih luas akan terciptanya kesejahteraan rakyat diharapkan dapat terwujud. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian terhadap pembentukan RUU Badan Usaha.
Dasar adanya inisiasi bahwa aspek-aspek kemudahan dalam menyelenggarakan bisnis EODB perlu diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan ekonomi di suatu negara adalah pemikiran bahwa kegiatan ekonomi akan memperoleh keuntungan dan dapat berkembang dengan lebih mudah dengan adanya pengaturan yang jelas dan koheren dalam mengatur hak-hak kepemilikan dan menyediakan fasilitas penyelesaian sengketa. Pengaturan-pengaturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan prediktabilitas dalam interaksi antar kegiatan-kegiatan ekonomi dan menyediakan perlindungan esensial bagi pelaku kegiatan ekonomi terhadap perlakuan sewenang-wenang dari sesama pelaku kegiatan ekonomi maupun dari pemerintah. Pengaturan yang mewujudkan hal-hal tersebut akan menjadi instrumen yang efektif dalam menghadirkan insentif bagi pelaku ekonomi agar dapat berkontribusi dalam pertumbuhan dan pengembangan. Pengaturan yang berkualitas berpengaruh krusial bagi masyarakat dalam memperoleh dan mendistribusikan keuntungan dari kegiatan ekonomi dan membiayai strategi dan kebijakan-kebijakan untuk pengembangan ekonomi.
B. Rumusan Masalah (Ruang Lingkup Kajian)
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka diajukan permasalahan sebagai berikut:
1. Kondisi yang berlaku (existing) bentuk-bentuk badan usaha yang ada di Indonesia;
2. Kelemahan peraturan dan praktik berbagai bentuk badan usaha yang ada di Indonesia saat ini (Perusahaan Perorangan, Persekutuan Perdata, Firma, Persekutuan Komanditer, Perseroan Terbatas, termasuk BUMN Negara/Daerah/Desa dan Koperasi, dan lain-lain;
3. Perbandingan pengaturan badan –badan usaha di negara lain;
4. Model konsep pembaharuan Badan Usaha ideal untuk dilakukan di Indonesia (Konsep Omnibus Law atau Kodifikasi);
C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi yang berlaku (existing) bentuk-bentuk badan usaha yang ada di Indonesia.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis kelemahan peraturan dan praktik berbagai bentuk badan usaha yang ada di Indonesia saat ini (Perusahaan Perorangan, Persekutuan Perdata, Firma, Persekutuan Komanditer, Perseroan Terbatas, termasuk BUMN/ BUMD/ BUMDesa dan Koperasi, dan lain-lain.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis perbandingan pengaturan badan –badan usaha di negara lain (Belanda, United Kingdom, Jepang dan Vietnam).
4. Mengidentifikasi dan menganalisis model konsep pembaharuan Badan Usaha ideal untuk dilakukan di Indonesia (Konsep Omnibus Law, Unifikasi, atau Kodifikasi).
D. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Kajian RUU Badan Usaha ini dilaksanakan dengan melakukan penelitian hukum dengan pendekatan secara normatif (yuridis normatif). Penelitian yang bersifat yuridis normatif ini dilakukan dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan terkait badan usaha di Indonesia. Selain itu, untuk memperoleh gambaran pengaturan tentang badan usaha di negara-negara lain, maka dilakukan pula pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan di negara-negara yang relevan dengan bidang badan usaha yang dikaji, antara lain Inggris (United Kingdom), Amerika Serikat (AS), Belanda, Jepang, Vietnam serta beberapa negara yang relevan dengan bidang tertentu terkait tema penelitian.
2. Jenis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data ataupun informasi yang berupa bahan hukum sudah tersedia dalam bentuk peraturan perundang-undangan, buku, artikel, maupun jurnal. Bahan hukum tersebut dibedakan ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer meliputi berbagai macam peraturan perundang-undangan, antara lain: KUH Perdata, KUHD, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, PP No. 54 Tahun 2017, PP No.24 Tahun 2018, dan lain-lain.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari, antara lain: buku-buku dan artikel jurnal relevan dengan materi yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan kejelasan dari aspek pengertian terhadap diksi atau frase tertentu yang tidak terdapat dalam bahan hukum primer maupun sekunder. Bahan hukum tersier ini meliputi, antara lain: kamus hukum.
3. Cara dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara studi terhadap dokumen-dokumen yang relevan dengan tema penelitian, baik yang bersifat offline maupun online. Dokumen yang dikaji tidak hanya dokumen nasional, tetapi juga dokumen dari beberapa negara yang relevan dengan masing-masing materi kajian, seperti Inggris, Belanda, Jepang, Vietnam, Amerika Serikat, New Zealand.
4. Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu dengan teknik content analysis, yang mengkaji data dari aspek isi yang dikandungnya. Selain itu, terhadap data yang diperoleh dari berbagai pengaturan badan usaha di negara-negara lain dilakukan analisis komparatif, yaitu dengan membandingkan pengaturan di Indonesia dengan pengaturan di negara tersebut. Dari kegiatan memperbandingkan berbagai pengaturan ini kemudian diambil lesson learned bagi Pemerintah Indonesia dalam rangka mengatur badan usaha di Indonesia. |