Author |
: |
drg. Pingky Krisna Arindra, Sp.B.M.M.Subsp.Ped.O.M.(K) (1) drg. Yosaphat Bayu Rosanto, MDSc., Sp.BMM., Subsp.IDM(K) (2) BIMA BASKARA (3) GILANG JATI P (4) PANJI HENDAR R (5) AINU ZUHAD SUKATON (6) ARYA WICAKSONO (7) |
Abstract |
: |
Pendahuluan
Celah bibir dan langit langit merupakan kelainan kongenital yang masih sering terjadi. Penelitian menunjukkan satu dari 700 bayi lahir dengan celah bibir dan langit-langit (CBL) dan diperkirakan ada 3.200 kasus baru setiap tahunnya di serluruh dunia (Yilmaz et al., 2019). Angka kejadian CBL di Indonesia bahkan lebih tinggi daripada di dunia, yaitu 7.500 setiap tahunnya. Kondisi CBL menyebabkan gangguan asupan makanan, infeksi saluran pernafasan atas, hingga gangguan psikologis anak dan orang tua. Hal tersebut juga dapat meningkatkan resiko stunting yang merupakan permasalahan nasional.
Mitra dan Kegiatan yang Sudah Berjalan
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial (BMM) Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UGM sudah melakukan pengabdian untuk operasi CBL secara rutin setiap tahunnya hingga saat ini. RSUD Dr. R. Sudjono, Lombok Timur dan RSUD Inche Abdoel Moeis, Samarinda merupakan mitra FKG UGM yang rutin bekerja sama untuk melakukan perawatan CBL. Departemen BMM FKG UGM juga bekerja sama dengan Radboud University, Belanda, melakukan operasi CBL di Lombok sebelum pandemik. Kegiatan tersebut juga didukung Yayasan Senyum Harapan Nusantara dan Yayasan Rotary yang juga merupakan mitra FKG UGM. Namun, segala usaha tindakan yang dilakukan rutin setiap tahunnya belum mampu menurunkan insidensi CBL di kedua kabupaten tersebut. Hal ini dikarenakan tindakan yang dilakukan masih bersifat kuratif saja. Tindakan promotif, preventif, dan rehabilitatif masih belum dilaksanakan secara paripurna.
Pelayanan Paripurna Celah Bibir dan Langit-langit
Tindakan untuk pengelolaan kasus CBL memerlukan tindakan yang paripurna yang meliputi identifikasi penyebab (promotif dan preventif) hingga fase rehabilitatif pascaoperasi dan dukungan psikologi bagi anak. Perawatan paripurna tersebut memerlukan kerja sama antarbidang, diantaranya bedah mulut, kedokteran gigi anak, ortodonsi, psikologi, logopedi, dan kesehatan anak. BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara asuransi kesehatan baru menjamin pengelolaan kasus CBL pada tindakan operasi saja (kuratif). Tindakan promotif dan preventif hingga rehabilitatif diperlukan untuk manajemen yang paripurna. Data demografis terkait insidensi dan faktor resiko CBL perlu diteliti untuk kepentingan tindakan promotif dan preventif dan bisa menjadi dasar rekomendasi kebijakan kepada dinas kesehatan setempat untuk lebih memperhatikannya. Pembuatan nasoalveolar molding dan feeding obturator sebelum tindakan oleh spesialis ortodonsia dan spesialis gigi anak untuk mencegah keparahan kondisi CBL dan meningkatkan asupan gizi bayi. Pendampingan psikologi orang tua dan anak pada masa tumbuh kembang juga perlu dilakukan agar anak bisa tumbuh dengan difabilitas yang dimiliki. Perawatan maloklusi juga harus dilakukan untuk mengembalikan fungsi normal rongga mulut. Perawatan yang paripuna tersebut dapat menjadi solusi kemandirian kesehatan dan mendorong penyelesaian permasalahan strategis nasional, yaitu stunting, sehingga anak-anak yang terlahir dengan celah bibir dan langit-langit bisa bertumbuh dan berkembang sama dengan anak normal lainnya.
Kelebihan dan Kekurangan yang Ada Saat Ini
Fakultas Kedokteran Gigi UGM memiliki banyak dokter spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Spesialis Ortodonsia, dan Logopedist yang merupakan sumber daya potensial yang mampu memberikan kontribusi besar untuk memberikan pelayanan paripurna. Meskipun begitu, masih perlu kerja sama dengan bidang kedokteran anak dan psikologi. Keberadaan Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo sebagai mitra utama FKG UGM memiliki potensi besar untuk menjadi Center of Excellent of the Clef Lip and Palate untuk wilayah Propinsi DI. Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan. RSGM Prof. Soedomo. Hal ini juga akan meningkatkan kualitas kurikulum dan pembelajaran, sesuai dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang diukur melalui delapan Indikator Kinerja Utama (8 IKU) yang ditetapkan melalui Kepmendikbud No 03/M/2021.
|