Title | : | Pembicara dalam Focus Group Discussion terkait Pembahasan Kajian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bandar Udara Perairan |
Author | : |
Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LLM. (1) |
Date | : | 23 2021 |
Abstract | : | Dalam konsep negara kesejahteraan atau welfare state, negara memiliki peran aktif terhadap kehidupan masyarakatnya untuk mencapai kesejahteraan umum. Keterlibatan negara ini ada di berbagai sektor, mulai dari ekonomi hingga sosial masyarakat. Untuk melaksanakan kewajiban menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, pemerintah memiliki dua tugas, yaitu: a) Tugas Mengatur (ordenede taken) Tugas ini berkaitan dengan aktivitas pemerintah dan regulasi yang harus dipatuhi masyarakat untuk menciptakan ketertiban umum. Oleh karena itu, dalam tugas mengatur pemerintah dapat memberikan perintah maupun larangan terhadap suatu hal. b) Tugas Mengurus (verzorgende taken) Dalam hal ini pemerintah bertindak sebagai pengurus masyarakat (sociale verzorgingstaad) sehingga pemerintah bertindak aktif dengan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Izin (vergunning) termasuk dalam tugas mengatur dan secara umum dimaknai sebagai perkenaan dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang memerlukan pengawasan khusus tetapi pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak kehendaki. izin adalah salah satu instrumen dari bagian tugas mengatur pemerintah yang dapat digunakan untuk memperbolehkan seseorang atau suatu entitas untuk melakukan hal tertentu. Dalam perizinan posisi pemberi izin (pemerintah) dan pemohon izin tidak setara. Hal tersebut karena pemerintah sebagai pemberi izin memiliki posisi yang lebih kuat. Tegasnya, izin disebut sebagai perbuatan pemerintah yang bersisi satu. Selain istilah izin, dikenal pula istilah perizinan yang memiliki pengertian yang berbeda. Perizinan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan yang bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki oleh seseorang atau entitas sebelum dapat melakukan suatu kegiatan atau perbuatan, tanpa terkecuali, termasuk dalam pembangunan, pengembangan dan pengoperasian bandar udara perairan. Perizinan merupakan hal yang krusial dan mendasar dalam proses pembangunan, pengembangan dan pengoperasian bandar udara perairan. Mengingat letak bandar udara perairan yang akan dibangun diatas perairan, maka akan ada keterlibatan pengaturan hukum dari sisi pelayaran atau kepelabuhanan di dalamnya. Hal ini yang membedakan dengan bandar udara pada umumnya yang di bangun di daratan. Perbedaan atas letak pembangunan dan pengoperasian Bandar Udara Perairan dengan Bandar Udara di darat akan berpengaruh terhadap prosedur dan persyaratan perizinan yang harus dipenuhi oleh stakeholder. Instrumen hukum terkait perizinan pembangunan Bandar Udara Perairan yang berlaku saat ini hanya diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara di dalam SKEP/2771/XIII/2010 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139-09 (Advisory Circular CASR Part 139-09), Prosedur Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara Perairan (Waterbase). Secara muatan substansi, hal-hal terkait perizinan yang diatur di dalamnya hanya mencakup terkait kegiatan pembangunan dan pengoperasian Bandar Udara Perairan, belum mencakup kegiatan pengembangan di dalam Bandar Udara Perairan yang rencana nya akan diatur di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Bandar Udara Perairan. Pertimbangan mengatur perizinan pengembangan Bandar Udara Perairan di dalam RPP tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam mengisi kekosongan hukum yang ada saat ini, di samping itu, juga mempertimbangkan potensi dilakukannya pengembangan di Bandar Udara Perairan, baik itu Bandar Udara Perairan eksisting atau yang akan di bangun setelah pemberlakuan RPP Bandar Udara Perairan ini. Terkait dengan perizinan di dalam SKEP/2771/XIII/2010 ada beberapa hal yang membutuhkan penjelasan atau bahkan harmonisasi dengan peraturan perizinan yang berlaku di bawah rezim Undang-Undang Cipta Kerja saat ini, antara lain: Pertama, di dalam rezim perizinan SKEP/2771/XIII/2010 masih menggunakan skema perizinan dalam rupa “Izin Mendirikan Bangunan” yang mana dalam rezim Undang-Undang Cipta Kerja terjadi perubahan rezim perizinan yang semula menggunakan peristilahan “Izin Mendirikan Bangunan” menjadi “Persetujuan Bangunan Gedung”, yang secara definisi dan tata cara perizinannya berbeda antar satu sama lain. Kedua, alur dan proses perizinan yang berlaku di dalam SKEP/2771/XIII/2010 masih dilakukan secara konvensional dan belum dilaksanakan seperti pengajuan Perizinan Berusaha jasa layanan kebandarudaraan yang melalui Lembaga Online Single Submission. Ketiga, sebelumnya di dalam SKEP/2771/XIII/2010 telah diatur terkait dengan izin lingkungan, namun, secara umum PP No. 32 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Bidang Penerbangan telah mencabut beberapa ketentuan terkait izin lingkungan. Selain kebutuhan penjelasan terhadap proses atau alur perizinan Bandar Udara Perairan eksisting dan pengharmonisasian terkait perizinan dalam SKEP/2771/XIII/2010 dengan peraturan perizinan di bawah rezim Cipta Kerja. Dalam pengkajian terkait pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Bandar Udara Perairan berencana untuk menambahkan dan mengakomodir jenis bandar udara perairan terbaru yaitu yang akan terintegrasi dengan pelabuhan atau yang disebut dengan Bandar Udara Perairan Pelabuhan. Ketentuan akan pembentukan Bandar Udara Perairan Pelabuhan juga belum diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait. Secara praktik, hingga saat ini belum ada best practice pembangunan dan pengoperasian Bandar Udara Perairan Pelabuhan di Indonesia, mengingat hanya Bandar Udara Perairan yang berdiri sendiri atau Bandar Udara Perairan Mandiri saja yang telah di bangun dan beroperasi di Indonesia. Tentunya, hal ini akan berimplikasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perizinan di dalamnya, baik itu persyaratan, kewajiban, dan pihak yang berwenang mengeluarkan izin dalam proses pembangunan, pengembangan dan pengoperasiannya. Dengan pembangunan dan pengoperasian Bandar Udara Perairan yang akan menggunakan wilayah perairan namun tetap melaksanakan kegiatan di sector penerbangan, juga akan berimplikasi terhadap pihak yang berwenang dan terlibat dalam proses perizinan di dalamnya. Tentunya, pihak-pihak yang berwenang dan terlibat di dalamnya tersebut dapat lintas direktorat di dalam suatu Kementerian atau bahkan lintas Kementerian. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka FGD ini menjadi forum diskusi yang baik untuk mendapatkan masukan, pandangan dan penjelasan dari narasumber yang merupakan stakeholder dari berbagai bidang terkait Perizinan Bandar Udara Perairan. Dengan diadakannya FGD ini, harapannya masukan, pandangan dan penjelasan dari berbagai narasumber tersebut dapat menjadi pertimbangan dan panduan oleh Tim Peneliti dalam mengkaji, mendalami dan merumuskan ketentuan-ketentuan terkait perizinan di dalam RPP Bandar Udara Perairan. |
Group of Knowledge | : | |
Original Language | : | |
Level | : | Nasional |
Status | : |