Title | : | PENYUSUNAN MASTERPLAN SMART FARMING SYSTEM BERBASIS KORPORASI DI KABUPATEN NGANJUK |
Author | : |
Prof. Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng. (1) Prof. Dr. Ir. Bambang Purwantana, M.Agr. (2) Dr. Ir. Rudiati Evi Masithoh, S.T.P., M.Dev.Tech., IPU., Asean Eng. (3) Dr. Joko Nugroho Wahyu Karyadi, S.T.P., M.Eng. (4) Dr. Radi, S.TP., M.Eng. (5) Ir. Andri Prima Nugroho, S.T.P., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng., APEC Eng. (6) Dr. Ngadisih, S.T.P., M.Sc. (7) Makbul Hajad, S.T.P., M.Eng., Ph.D. (8) Chandra Setyawan, STP., M.Eng., Ph.D. (9) Hanggar Ganara Mawandha, S.T., M.Eng., Ph.D. (10) Aryanis Mutia Zahra, S.TP., M.Si. (11) |
Date | : | 1 2021 |
Abstract | : | Tindak lanjut dari hasil Studi Pendahuluan (Studi Kelayakan) Penyusunan Masterplan Smart Farming berbasis Korporasi yang dilaksanakan pada Tahun 2020 adalah terkait dengan pengembangan kawasan sistem pertanian yang akan mengaplikasikan teknologi pertanian cerdas (smart technology) secara terpadu dan berkelanjutan. Berdasarkan arahan program dari Pemerintah Kabupaten Nganjuk, wilayah yang akan dijadikan sentra (pusat) pengembangan integrated smart farming yaitu Desa Balonggebang, Kec. Gondang, Kabupaten Nganjuk dengan luasan wilayah sekitar 60 Ha. Seperti dijabarkan dalam studi kelayakan yang telah dilaksanakan, Kabupaten Nganjuk sebagai penyangga pangan provinsi dan nasional, memiliki peran yang sangat berarti dalam rangka mendukung peran pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan nasional. Namun demikian, pentingnya peran ini ternyata tidak sejalan dengan peningkatan penghasilan yang diterima para petani di lapangan. Dalam Laporan Studi Pendahuluan tersebut telah dilakukan kajian secara komprehensif dari berbagai aspek guna melihat tingkat kelayakan pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Nganjuk dengan berorientasi pada pengembangan dan aplikasi teknologi pertanian cerdas yang terpadu dan berkelanjutan. Adapun secara singkat hasil kajian dalam studi pendahuluan dapat diulas sebagai berikut. Dari hasil kajian arah kebijakan dan penetapan program strategi, menunjukkan bahwa ada linearitas keterkaitan yang kuat antara RPJMN 2015 – 2019 yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat yang fokus pada kemandirian ekonomi nasional melalui penguatan sektor ekonomi domestik, salah satunya adalah sektor pertanian. Provinsi Jawa Timur menjabarkan program pembangunan sektor pertanian yang berorientasi pada industrialisasi pertanian yang mandiri dan inklusif berwawasan kerakyatan serta memiliki daya. Kabupaten Nganjuk mengacu kebijakan pembangunan sektor pertanian di tingkat provinsi dengan dituangkan dalam RPJPD dan RPJMD 2018 – 2023. Fokus pembangunan Kab Nganjuk yang dijabarkan dalam visinya yaitu; “Terwujudnya Kabupaten Nganjuk yang Maju dan Bermartabat [Nganjuk Nyawiji Mbangun Deso Noto Kutho]” yang kemudian dijabarkan kaitannya dengan pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan keberpihakan pemerintah dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian dan potensi lokal serta sektor produktif lain yang berbasis pada teknologi tepat guna. Komitmen kuat Bupati Nganjuk dalam pembangunan modernisasi pertanian (smart farming) dituangkan dalam tujuh flagship policies-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa transisi arah pembangunan sektor pertanian modern di Kabupaten Nganjuk memiliki landasan hukum dan dasar pemikiran (pertimbangan) yang kuat. Kajian aspek kesesuaian sumberdaya lahan dan air serta kondisi iklim di wilayah Kabupaten Nganjuk, khususnya di Desa Balonggebang sebagai lokasi studi, dapat dijabarkan sebagai berikut. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa potensi lahan yang ada memiliki tingkat kesesuaian untuk budidaya beberapa jenis tanaman pertanian yang dibudidayakan masyarakat setempat seperti padi, jagung, bawang merah, kedelai dan semangka untuk Musim Tanam (MT) I, II dan III. Adapun calon lokasi pengembangan wilayah smart farming termasuk wilayah datar dengan kemiringan lahan antara 0-3,6%. Kondisi topografi ini sangat potensial untuk areal pertanian termasuk untuk penggunaan alat dan mesin pertanian atau teknologi pertanian modern. Selain dari aspek topografinya, sifat fisik tanah yang ada juga menunjukkan tingkat kesesuaian untuk wilayah pertanian, antara lain; pH tanah, tekstur dan warna tanah. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kandungan bahan organik yang terkait dengan tingkat kesuburan tanah, masih di bawah nilai rekomendasi untuk budidaya pertanian. Oleh karena itu untuk meningkatkan kesuburan tanah perlu ada penambahan pupuk, baik organik maupun anorganik. Selain itu, tekstur tanah yang lebih dominan pada jenis lempung liat berpasir, pada umumnya memiliki kendala dalam laju infiltrasi, akibatnya sering terjadi penggenangan air di lahan. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan sistem tata pengatusan (drainasi) air yang lebih baik, walaupun tentunya memiliki kelebihan pada kemampuan menahan air dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Kondisi intensitas hujan berdasar data iklim lima tahun terakhir menunjukkan bahwa pada MT-I & MT-II, curah hujan masih cukup tinggi dan sesuai untuk budidaya tanaman padi. Keberadaan sumber air baik dari sumber air permukaan (irigasi) ataupun air tanah sangat diperlukan selama MT-III untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, khususnya apabila akan membudidayakan tanaman padi dan bawang merah, kedelai, jagung dan semangka. Berbagai alternatif teknologi untuk menjamin ketersediaan air tanaman yang berpotensi dikembangkan, antara lain; embung, bendung, pompa air tanah, ataupun saluran irigasi. Aspek lain yang juga memiliki peran penting untuk menilai kelayakan wilayah untuk pengembangan kawasan smart farming adalah potensi Sumber Daya Manusia (SDM). Sekitar 39.8?ri jumlah tenaga kerja di Kabupaten Nganjuk bekerja di sektor pertanian. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pertanian adalah sektor yang sangat penting sebagai roda penggerak perekonomian Kabupaten Nganjuk. Tenaga kerja di Kabupaten Nganjuk didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/SMK) sebesar 48%, disusul kemudian lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 22,79%. Strata pendidikan petani tentu akan memberi dampak pada pengembangan sektor pertanian terutama untuk mengembangkan pertanian cerdas. Dengan mempertimbangkan hasil kajian dari aspek-aspek tersebut di atas, dalam studi pendahuluan telah dianalisis Indeks Kesiapan Implementasi Smart Farming (IKIS). Ada 5 komponen yang dinilai dalam IKIS, yaitu; (i) manajemen dan organisasi, (ii) orang dan budaya, (iii) perangkat teknologi, (iv) proses operasional produksi hulu – hilir, dan (v) kualitas produk akhir, layanan dan akses pasar. Dari hasil perhitungan menunjukkan nilai IKIS sebesar 2,10 termasuk kategori “Sedang”. Kategori “Sedang” dapat diartikan; sudah adanya dukungan regulasi, kebijakan, sistem tata kelola dan pengelolaan sumberdaya, dan tersedianya sumberdaya pendukung, misalnya; lahan, sarana prasarana, dan sudah dilakukan berbagai upaya program dalam peningkatan kompetensi SDM. Namun demikian, belum tersedianya perangkat teknologi yang mendukung implementasi “smart farming”. Hal ini tentunya akan memberikan dampak pada belum terjaminnya kualitas dan kontinuitas proses produksi, akses pasar serta terjalinnya networking dengan pihak eksternal. Berdasarkan hasil perhitungan IKIS, maka perlu ada tindak lanjut yang lebih konkrit untuk pengembangan integrated smart farming system di kawasan Desa Balonggebang, yaitu membangun SDM, infrastruktur fisik dan non fisik serta kelembagaannya. Oleh karena itu, salah satu tahapan yang perlu mendapatkan prioritas adalah penyusunan dokumen Detail Engineering Design (DED). Detail Engineering Design (DED) adalah dokumen hasil perencanaan berupa detail gambar kerja yang telah disusun oleh tim perencana yang ditunjuk untuk berbagai bentuk/jenis pekerjaan, misalnya; infrastruktur sarana prasarana, perangkat sistem teknologi (hardware dan software), program yang terkait dengan peningkatan kompetensi SDM, dlsb. Untuk menjamin keberlanjutan program pengembangan, DED juga bisa digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan perawatan dan perbaikan hasil pekerjaan tersebut di atas. |
Group of Knowledge | : | |
Original Language | : | |
Level | : | Nasional |
Status | : |